Seniman Cirebon Gema Adzan Pitu dalam Sendratari Manglayang Memolo Sang Cipta Rasa

Keunikan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Pentas Budaya yang Mengangkat Legenda Menjangan Wulung

Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Cirebon menyimpan sejumlah keunikan yang tidak ditemukan di masjid-masjid lain. Letaknya yang dekat dengan Keraton Kasepuhan membuatnya menjadi salah satu ikon penting dalam sejarah penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Salah satu ciri khas yang paling menarik perhatian adalah ketiadaan memolo (menara) yang biasanya menjadi bagian integral dari bangunan masjid. Selain itu, ritual Adzan Pitu, yaitu pengumuman azan yang dikumandangkan oleh tujuh muadzin secara bersamaan saat salat Jumat, menjadi tradisi unik yang masih dilestarikan hingga kini.

Menurut R. Dian Andhiawan Seminingrat atau akrab disapa Mama Dido, Ketua Umum FORKO PANCER, Adzan Pitu memiliki akar sejarah yang sangat tua, bahkan sudah berlangsung sejak masa Sunan Gunungjati. Ritual ini menjadi simbol spiritual yang mendalam serta pembeda antara Masjid Agung Sang Cipta Rasa dengan tempat ibadah lainnya.

Untuk menghidupkan dan melestarikan nilai-nilai sejarah tersebut, para seniman dan budayawan Cirebon tengah mempersiapkan sebuah pertunjukan kolosal bertajuk Sendragentala Gemelegar Manglayange Memolo Sang Cipta Rasa. Acara ini direncanakan akan digelar di Alun-Alun Kejaksan pada 26–29 Juli 2025. Ini bukan kali pertama pertunjukan serupa diselenggarakan; sebelumnya telah dipentaskan di Panggung Budaya Gua Sunyargi dan disaksikan oleh tokoh-tokoh nasional.

Pertunjukan ini merupakan bentuk ekspresi spiritual, estetika, dan filosofi budaya yang terhubung erat dengan warisan leluhur Cirebon. Seperti dijelaskan oleh Mama Dido, pentas ini membawa nilai-nilai luhur Sang Cipta Rasa—tokoh sentral dalam sejarah penyebaran agama, budaya, dan peradaban Cirebon.

Istilah Sendragentala sendiri merupakan kombinasi dari kata “sendra” (seni drama) dan “gentala” (suara gaib/gaung semesta), yang melambangkan getaran energi budaya yang menghidupkan narasi tentang penciptaan, kejayaan, dan perenungan spiritual manusia. Sementara Gemelegar Manglayange menggambarkan ledakan kesadaran spiritual dan budaya yang melangit dari bumi Cirebon. Sedangkan Memolo Sang Cipta Rasa merupakan ungkapan syukur dan penghormatan terhadap ajaran Sang Waliyullah yang menciptakan harmoni antara dunia dan akhirat.

Dalam proses persiapannya, puluhan seniman lintas generasi turut terlibat aktif. Mereka datang dari berbagai sanggar dan komunitas budaya di Cirebon, termasuk lingkungan keraton, pejabat daerah, hingga pelaku seni muda. Pertunjukan ini menggabungkan tari klasik Cirebon, musik gamelan, suluk, tembang macapat, serta dramatikal teatrikal dengan pendekatan kontemporer.

Andrian Raharjo, sutradara sekaligus penulis naskah pertunjukan ini, menjelaskan bahwa Sendragentala bukan sekadar hiburan biasa, melainkan bentuk tanggung jawab budaya. Ia ingin menggugah kesadaran kolektif masyarakat bahwa warisan budaya Cirebon adalah sumber nilai yang tak lekang oleh zaman.

Tema utama pertunjukan ini diangkat dari legenda Menjangan Wulung, sebuah petaka atau racun yang konon melanda Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan mengorbankan banyak nyawa. Akhirnya, Sunan Gunungjati memerintahkan pengumuman Adzan Pitu untuk mengusir wabah tersebut. Legenda inilah yang menjadi babak sakral dalam syiar agama Islam di Cirebon.

Simbolisme dalam pertunjukan ini tercermin dalam tiga konsep utama:
Sangkaning Dumadi (asal mula kejadian)
Manglayang Karasa (perjalanan kesadaran)
Memolo Cipta Rasa (penghayatan nilai dan keharmonisan)

Setiap babak dirancang sebagai pertunjukan teatrikal puitis yang mengajak penonton tidak hanya menyaksikan, tetapi juga merasakan dan merenungi makna di balik setiap adegan. Produksi Lembaga Kebudayaan Cirebon ini menjadi puncak rangkaian Festival Cirebon tahun 2025 dan akan menghadirkan elemen artistik yang menyatu dengan alam dan sejarah lokal.

Melalui kolaborasi kuat antara seniman, pelaku seni tari, sanggar, pejabat daerah, dan komunitas budaya, Sendragentala Gemelegar Manglayange Memolo Sang Cipta Rasa diharapkan menjadi momentum penting dalam membangkitkan spirit budaya Cirebon sebagai pusat peradaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal dan spiritualitas universal.

Seperti dikatakan Andrian Raharjo, “Ketika sejarah hanya disimpan dalam lemari, ia akan dilupakan. Tapi jika sejarah dihidupkan melalui seni, maka ia akan abadi dalam hati dan kesadaran masyarakat.”

Post Comment